Friday, May 24, 2013

Contoh Laporan GITH Hutan


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya alam dapat diartikan sebagai unsur-unsur lingkungan baik fisik maupun hayati yang diperlikuan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatan kesejahterannya. Salah satu sumber daya alam adalah hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat mempengaruhi siklus kehidupan makhluk hidup, sehingga keberadannya harus tetap dipertahankan. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui serta dapat memberikan beraneka ragam manfaat bagi kehidupan manusia. Untuk menjaga kelestarian hutan perlu diketahui mengenai karakteristik lahan, yang mempelajari tentang kondisi lahan yang cocok untuk suatu jenis tanaman yang mempunyaio banyak manfaat diantaranya memperbaiki ekologi yang telah ada. Ahli ekologi hutan telah mengetahui bahwa di dalam menilai tempat tumbuh harus memperhatikan ekosistem hutan atau kawasan hutan secara keseluruhannya. Sehingga dalam mengevaluasi lahan hutan perlu dilakukan pertimbangan terhadap faktor-faktor lingkungan, khususnya lingkungan mikro tempat tumbuh pohon. Dalam kaitannya pengalokasian tersebut, baik berupa tanamna areal hutan yang baru atau untuk memperhatikan areal hutan yang telah ada. Sebaiknya didahului dengan survei tanah yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik lahan bagi daerah yang bersangkutan sebagai hutan potensial.
Tumbuhan dapat hidup pada suatu daerah tertentu tergantung dari faktor pembentuk tanah itu sendiri dengan lingkungannya. Salah satu penerapan disiplin ilmu untuk meningkatkan pengetahuan manusia terhadap tanah adalah melalui praktek baik yang dilakukan di lapangan maupun yang di laboratorium. Sebagai contoh adalah dengan pelaksanaan praktek lapangan Geologi dan Ilmu Tanah Hutan yang berlangsung di Hutan Pendidikan UNHAS Bengo-Bengo Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros.

B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktek lapang Geologi dan Ilmu Tanah Hutan adalah untuk mengetahui suatu profil pada tanah, mendapatkan gambaran mengenai karateristik dan kondisi lahan serta mengenal sifat tanah, sehingga dapat diketahui jenis tanaman yang cocok pada lahan tersebut.
Kegunaan dari praktek lapang ini adalah untuk ag dasar mengenai r kita dapat mengetahui karakteristik lahan serta mengenal sifat tanah dan memberikan bantuan dalam perencanaan tentang berbagai kemungkinan dan alternatif pilihan penggunaan lahan yang dapat juga dipergunakan untuk menilai kesesuaian lahan bagi tanaman tertentu sesuai dengan keadaan tanah, baik itu tanaman kehutanan, pertanian maupun perkebunan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Kesusaian lahan adalah kecocokan sebidang lahan bagi penggunaan tertentu. Kapabilitas lahan dipakai dalam pengertian yang sama dengan keseusaian lahan, tetapi khusus untuk sistem evaluasi lahan menurut SCC-USDA. Klasifikasi keseusaian lahan merupakan proses penilaian dan pengelompokan unit-unit lahan tertentu menurut sesuaiannya (Sitorus, 1991). Salah satu usaha evaluasi lahan adalah melakukan klasifikasi kem\ampuan lahan yang berbeda-beda, tergantung dari jenis penggunaan lahan yang direncanakan. Salah satu sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak digunakan adalah USDA. Sistem ini mengenal tiga kategori yaitu klas, sub klas, dan unit. Penggolongan ini berdasarkan atas kemampuan lahan untuk berproduksi (Hardjowigeno, 1995). Menurut Wahyunto (2006), klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), tidak sesuai (N). Pada tingkat subkelas dicantumkan faktor pembatas/penghambat bagi pertumbuhan tanaman, ditulis dengan simbol yang diletakkan setelah simbol kelas kesesuaian lahannya. Sebagai contoh: S2oa, yaitu lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas/penghambat ketersediaan oksigen.

B. Struktur Klasifikasi Lahan
1. Ordo Kesesuaian Lahan
. Menurut Foth (1995), jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo S dan dua kelas yang dipakai dalam ordo N, maka pembagian lahan serta definisinya secara kualatif adalah sebagai berikut :
Kelas S1 : Sangat sesuai
Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi.
Kelas S2 : Cukup sesuai
Lahan mempunyai faktor pembatas- pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.
Kelas S3 : Sesuai Marginal
Lahan mempunyai faktor pembatas- pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan.
Kelas N1 : Tidak sesuai pada saat ini. Lahan mempunyai pembatas yang sangat besar tetapi masih mungkin diperbaiki.
Kelas N2 : Tidak sesuai untuk selamanya. Lahan mempunyai pembatas permanen yang sangat berat sehingga mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang. Menurut Sitepu (2006), kelas adalah pembagian lebih lanjut dari ordo dan menggambarkan tingkat kesesuaiannya. Kelas diberi simbol nomor urut dibelakang simbol ordo. Ordo kesesuaian lahan dikelompokkan menjadi 5 kelas yaitu :
a. S1 (Sangat Sesuai/Highly Suitable) : lahan yaqng tidak mempunyai pembatas yang serius untuk penggunaan lahan lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti bagi produksi dan tidak menaikkan input.
b. S2 (Cukup Sesuai/Moderately Suitable) : Lahan mempunyai pembatas yang agak serius untuk penggunaan secara lestari, pembatas berpengaruh pada output, dan menambah input.
c. S3 (Sesuai Marginal/Marginally Suitable) : Lahan yang mempunyai pembatas serius untuk penggunaan lestari. Pembatas mengurangi output dan meningkatkan input.
d. N1 (Tidak Sesuai Saat ini/Currently Not Suitable) : Lahan mempunyai pembatas yang lebih serius tetapi ada kemungkinan untuk diatasi, sehingga tidak memungkinkan penggunaan lestari. Pembatas tidak dapat diperbaiki dengan pengelolaan dan modal normal.
e. N2 (Tidak Sesuai Selamanya/Permanently Not Suitable) : Lahan mempunyai yang bersifat permanen, sehingga mencegah segala kemungkinan penggunaan lestari.
Kemampuian lahan menunujukkan keragaman besarnya faktor penghambat dalam tingkat kelas. Tanah dikelompokkan dalam kelas I sampai VIII, dimana resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah
rumbiforester@ymail.com
semakin tinggi kelasnya. Tanah kelas I sampai tanah kelas IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian dan tanah kelas V sampai tanah tanah kelas VIII tidak sesuai dengan usaha pertanian (Hardjowigeno, 1995).
2. Kelas Kesesuaian Tingkat Sub Kelas
Sub klas adalah pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan atas jenis faktor penghambat yang sama. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan atas 4 jenis yaitu : bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap kebakaran tanaman (s), dan iklim (c) (Hardjowigeno, 1995).
Pembagian kelas berdasarkan faktor pembatas. Sub kelas disimbolkan dengan huruf kecil dibelakang simbol kelas. Misalnya S2w, S2t, S2wt, dimana w adalah pembatas dari kelembaban dan t adalah pembatas tofografi (Sanches, 1992).
Pembagian subklas berdasarkan perbedaan satuan pengelolaan yang diperlukan. Unit dilambangkan dalam angka yang berada dalam kurung, misalnya S2w(1), S2w(2) dan seterusnya (Sanches, 1992)
Menurut Ritung dkk (2007), unit adalah keadaan tingkatan dalam sub kelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Contoh kelas S3rc 1 dan S3rc 2, keduanya mempunyai kelas yang sama dengan factor penghambat sama yaitu kondisi perakaran terutama factor kedalaman efektif tanah, yang dibedakan ke dalam unit 1 dan unit 2. unit 1 kedalaman efektif sedang (50-75 cm), dan unit 2 kedalaman efektif dangkal (<50 cm). Dalam praktek evaluasi lahan , kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.

C. Karakteristik Lahan
1. Regim Temperatur
Regim temperatur adalah suhu rata-rata tahunan di daerah perakaran utama ditambah rata-rata dari fluktuasi musiman setiap tahun dan vegetasi yang bervariasi dengan suhu rata-rata tahunan udara dengan rata-rata tahunan tanah. Keadaan setempat seperti adanya peneduh arah lereng, distribusi dan jumlah hujan, irigasi, ikut menentukan hubungan suhu rata-rata tahunan tanah (Hardwijogeno, 1995)
2. Ketersediaan Air
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1991), tanah, tumbuhan dan iklim keberadaannya sangat mempengaruhi jumlah air yang dapat diabsopsi dari tanah. Faktor tumbuhan antara lain : bentuk perakaran daya tahan terhadap kekeringan dan tingkat pertumbuhan. Faktor iklim antara lain temperatur, kelembaban, dan kecepatan angin.
a. Bulan Kering
Bulan kering didefinisikan sebagai bulan dengan curah hujan dari 0 mm/bulan. Bulan kering sering menyebabkan tanah menderita kekeringan air. Curah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman yaitu 2,5 mm (Sanchez, 1992).
Bulan kering dan bulan basah dapat ditentukan dengan melihat data curah hujan 10 tahun terakhir yang berlangsung beberapa bulan kering dan bulan basah lalu kemudaian dijumlahkan dan dirata-ratakan (Bowles, 1991).

b. Curah Hujan Rata-Rata Tahunan
Curah hujan merupakan parameter yang penting dari iklim untuk pertanian trifika, angka rata-rata perlu tetapi tidak berharga dalam meramalkan suatu kelangsungan yang memadai bagi suatu tanaman tertentu pada suatu lahan (Sanchez, 1992).
Satuan curah hujan diukur dalam mm/inci, curah hujan 1 mm artinya air hujan yang jatuh setelah 1 mm air itu tidak meresap dan tidak menguap. Air hujan artinya air dimana curah hujan kurang dari 0,5 mm per hari. Jumlah ini tidak berarti bagi tanaman karena akan habis menguap karena adanya angin. Air hujan tanaman adalah suatu air yang curah hujannya kurang dari 2,5 mm dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Sanchez, 1991).
3. Kondisi perakaran
a. Kelas Drainase
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1991), drainase tanah berarti hilang atau keluarnya air melalui tanah, jika air tersebut terdapat dipermukaan tanah, maka pembuangannya disebut drainase dalam, sedangkan bila pembuangan air dari pori-pori tanah disebut drainase tanah.
Kelas drainase ditentukan di lapang dengan melihat adanya gejala-gejala tersebut antara lain adalah warna pucat, kelabu, atau adanya bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu menunjukkan adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga merupakan petunjuk adanya tanah berdrainase buruk (Hardjowigeno, 1995). Menurut Hanafiah (2007), tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (besar) (disebut lebih poreus), tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang) (agak poreus), sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (kecil) atau tidak poreus. Hal ini berbanding terbalik dengan luas permukaan yang terbentuk, luas permukaan mencerminkan luas situs yang dapat bersentuhan dengan air, energi atau bahan lain, sehingga makin dominant fraksi air akan makin kecil daya menahan tanah terhadap ketiga material ini, dan sebaliknya jika liat dominant.
Sebagai hasilnya, maka :
a. Makin poreus tanah akan makin mudah akar untuk berpenetrasi, serta makin mudah air dan udara untuk bersirkulasi (drainase dan aerase baik : air dan udara banyak tersedia bagi tanaman), tetapi makin mudah pula air untuk hilang dari tanah, dan sebaliknya.
b. Makin tidak poreus tanah akan makin sulit akar untuk berpenetrasi, serta makin sulit air dan udara untuk bersirkulasi (drainase dan aerasi buruk: air dan udara sedikit tersedia), tetapi air yang ada tidaka mudah hilang dari tanah.
c. Oleh karena itu, maka tanah yang baik dicerminkan oleh komposisi ideal dari kedua kondisi ini, sehingga tanah bertekstur debu dan lempung akan mempunyai ketersediaan yang optimum bagi tanaman, namun dari segi nutrisi tanah lempung lebih baik ketimbang tanah bertekstur debu.

b. Tekstur
Tekstur tanah adalah perbandingan fraksi pasir, debu, dan liat pada massa tanah. Tekstur tanah perlu untuk diketahui komposisi ketiga fraksi tanah tersebut akan mempengaruhi sifat fisik tanah dan kimia tanah yang bersangkutan (Sanches,1992).
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relative antara fraksi pasir (sand) (berdiameter 2,00-0,20 mm atau 2000- 200 μm, debu (slit) (berdiameter 0,20-0,002 mm atau 200-2 μm) dan liat (clay) (< 2 μm). Partikel berukuran di atas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah, tetapi menurut Lal (1979) harus diperhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah (Hanafiah, 2007).
c. Kedalaman Perakaran
Menurut Sarief (1994), kedalam perakaran dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
a. Kedalaman efektif yaitu kedalaman yang diukur mulai permukaan tanah sampai akar yang masih berkembang bebas.
b. Kedalaman Total adalah kedalaman yang diukur dari permukaan tanah sampai ditemukan batuan induk yang kompak.
c. Kedalaman sampai lapisan penghambat dimana kedalaman diukur sampai lapisan penghambat akar berupa tanah liat yang kedap air.

Vegetasi sendiri melalui system perakarannya akan berpenetrasi ke lapisan bawah tanah dan membawa unsure-unsur ke trubusnya, sisa perakaran dan trubus yang mati akan menjadi sumber BOT dan unsur hara pada profil tanah sedalam penetrasi akar tersebut. Kedalaman pengaruh vegetasi ini terhadap sifat fisik, kimiawi, dan biologis pada profil tanah trergantung pada intensitas dan ekstensitas system perakarannya, pengaruh pepohonan berakar tunggang akan lebih besar ketimbang rerumputan atau tetanaman berakar serabut (Hanafiah, 2007).
Akar-akar tanaman yang terus tumbuh akan terus memanjang menuju tempat-tempat yang lebih jauh di dalam tanah sehingga menemukan unsur-unsur hara dalam larutan tanah di tempat-tempat tersebut. Memanjangnya akar-akar tanaman berarti memperpendek jarak yang harus ditempuh unsur-unsur hara untuk mendekati akar tanaman melalui aliran massa atau difusi (Hardjowigeno, 1995).
4. Daya Penahan Unsur Hara & pH Tanah
Pada umumnya reaksi tanah menyatakan keadaan unsure basa dalam tanah. Tanah asam akan banyak mengandung ion H yang dapat ditukar, sedang tanah alkalis kaya akan unsure-unsur basa yang dapat ditukar. pH tanah hanya merupakan ukuran intensitas keasaman tanah, bukan kapasitas jumlah unsure hara (Darmawijaya, 1992).

Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indicator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan unsur hara dalam tanah tersebut. Untuk penanaman pada tanah yang pH-nya tidak sesuai perlu dilakukan perbaikan pH untuk mencapai pH ideal (Hanafiah, 2007). pH tanah dapat diturunkan dan keasaman tanah ditingkatkan dengan penambahan sulfur atau campuran yang mengandung sulfur. Sulfur diubah menjadi asam sulfur. Perubahan pH tanah terbesar ditujukan langsung terhadap peningkatan pH dan penurunan keasaman tanah (Foth, 1995).
5. Ketersediaan Unsur Hara
a. Nitrogen
N (nitrogen) merupakan salah satu unsur yang paling luas penyebarannya di alam. Unsur N di dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organic sisa-sisa tanaman maupun binatang, pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat) dan air hujan (Hanafiah, 2007).
Nitrogen (N) lemas yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, menyehatkan hijau daun (klorofil), mningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kwalitas tanaman yang menghasilkan daun, meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tanah yang penting bagi kelangsungan pelapukan bahan organis. Sumber N yang terbesar terdapat pada udara, agar dapat dimanfaatkan tanaman harus berubah dalam bentuk NH3 (Amoniak) atau Nitrat (Wikipedia, 2007).
rumbiforester@ymail.com
Bahan organik merupakan sumber N yang utama di dalam tanah. Selain N, bahan organik mengandung pula unsur-unsur lain terutama C, P, S dan unsur-unsur mikro dengan perbandingan sebagai berikut : C : N : P : S : (unsur mikro) = 100 : 100 : 1 : 1 : (sangat sedikit) ( Hardjowigeno, 1995).
b. P2O5 Tersedia
Tingginya fiksasi pada tanah-tanah tua menyebabkan hanya 10-20 % sisa P-pupuk yang diberikan ke dalam tanah yang dimanfaatkan tanaman musim berikutnya. Konsekuensi akumulasi pemupukan P pada tanah adalah terbentuknya horizon Anthropik, yang merupakan epipedon berkadar P cukup tinggi (kadar P-2O5 larut asam lemak minimal 250 ppm), dicirikan oleh lapisan tenal berwarna gelap menyerupai horizon mollic (Hanafiah, 2007).
c. K2O5 Tersedia
Unsur kalium merupakan unsur hara yang mudah mengadakan persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya kholor, magnesium. Unsur K berfungsi bagi tanaman yaitu untuk:
a. Mempercepat pembentukan zat karbohidrat dalam tanaman
b. Memperkokoh tubuh tanaman
c. Mempertinggi resistensi terhadap serangan hama/penyakit dan kekeringan.
Sifat K yaitu mudah larut dan terbawa hanyut dan mudah pula difiksasi tanah. Sumber K adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik (Wikipedia 2007). Unsur K merupakan unsur hara makro kedua setelah N yang paling banyak diserap oleh tanaman, tetapi untuk tembakau, jerami padi dan jagung, buah apel, jeruk dan tomat, umbi lobak dan kentang, serta batang tebu merupakan unsur hara terbanyak. Jika dikaitkan dengan mobilitas hara dalam tanah, maka unsur K berada di antara N dan P (Hanafiah, 2007).
5. Keracunan
Kadar Aluminium larutan tanah di atas 1 ppm sering menyebabkan penurunan hasil secara langsung. Penelitian oleh Abruna dkk. (1970) pada tembakau, oleh Villagarcia (1973) pada kentang, menunjukkan bahwa pengaruh utama peracunan aluminium adalah kerusakan langsung pada system akarnya (Sanchez, 1992).
6. Bentang Alam
a. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng mempengaruhi aliran permukaan dan penghanyutan tanah dengan cara berbeda sehingga kemirigan lereng yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan tanaman (Hardwijogeno, 1995).
Baik panjang lereng maupun curamnya mepengaruhi banyak tanah yang hilang karena erosi. Faktor lereng merupakan resiko antara tanah yang hilang dari suatu petak dengan panjang dan curam lereng tertentu dengan petak baru. Tanah dalam petak baru tersebut mempunyai nilai lereng yang curam (Hardwijogeno, 1995). Relief lokal mungkin menunjukkan interaksi antara iklim dengan proses pembentukan tanah secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh vegetasi. Posisi dan kemiringan lereng berpengaruh terhadap vegetasi dan iklim mikro (Abdullah, 1996).
b. Batuan Permukaan
Batuan permukaan adalah batuan yang lepas dari permukaan tanah. Intensitas penyebaran dapat mengganggu usaha tani, alat-alat mekanisme dan lainnya (Poerwowidodo, 1992).
Menurut Foth (1991), batuan permukaan dapat di golongkan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1. Tanpa atau sedikit batuan dipermukaan dimana penutup batuan 0,001%
2. Batuan ringan, permukaan tanah cukup berbatu yang dapat mengganggu pengolahan dan pertanaman penutup0,01% sampai 0,1% dan berjarak antara batuan 10-20 m dengan diameter batu 15-30 cm
3. Sangat berbatu, permukaan tanah berbatu praktis penggunaan alat mekanik tidak dapat dipergunakan kecuali alat mekanik tangan. Penutup batuan 3-15% dan jarak batuan 75-160 m dan diameter 15-30 cm
4. Batuan berlimpah, permukaan tanah yang berbatu secara praktis seluruh alat mekanik tidak dapat dipergunakan , penutup batuan kurang lebih dari 75 m dengan diameter 15-30 cm
c. Batuan Sedimen
Batuan yang tersingkap diatas selubung bumi bisanya sangat peka terhadap bahan yang mengakibatkan pelapukan. Pelapukan mengurangi massa jenis batuan menjadi partikel yang lebih mudah terangkat oleh angin, air, dan es. Apabila bahan tadi mengendap, maka ia disebut sedimen. Batuan sedimen biasanya diklasifikasikan atas batuan klastik, batuan sedimen kimiawi, dan batuan sedimen biokimiawi (Bowles, 1993).
Menurut Arsyad (1991), batuan sedimen dapat digolongkan sebagai berikut :
- Batuan sedimen sangat sedikit, tanpa atau sedikit batuan induk yang mengganggu penggologan tanah
- Batuan sedimen sedikit, cukup terdapat batuan sedimen yang muncul dipermukaan yang dapat mengganggu pengolahan lahan tetapi tidak sampai mengganggu tanaman
- Batuan sedimen cukup, batuan sedimen cukup membuat pengolahan dan penanaman terganggu
- Batuan sedimen berlebihan, jumlahnya batuan tidak memungkinkan penggunaan alat mekanik, meliputi tanah yang sangat dangkal yang tidak dapat diolah dengan mekanik
- Dominasi batuan sedimen, batuan sedimen terdapat dalam jumlah lebih dari 90o lahan berupa batuan sedimen

III. KEADAAN UMUM LOKASI

A. Letak dan Luas
Hutan pendidikan Bengo-Bengo termasuk dalam kawasan hutan Bulusaraung yang berada di Desa Limapoccoe, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros atau tepatnya 65 km dari kota Makassar. Ditinjau dari segi geografisnya, Hutan Pendidikan Bengo-Bengo berada pada altitude 119 43 30o – 119 46 54o BT dan 4 49 5 2o LS.
Hutan Pendidikan Bengo-Bengo mempunyai batas-batas sebagai berikut :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Timpuseng
2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Laiya
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kappang
4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Balocci

B. Topografi
Menurut letaknya, kawsan Hutan Pendidikan Bengo-Bengo berada pada ketinggan 400-600 m diatas permukaan laut dengan kedalaman lapang berbukit, berombak, bergelombang dan bergunung-gunung.
Topografi Hutan Pendidikan Bengo-Bengo secara garis besar terdiri dari 4 topografi, yaitu :
1. Berombak, dengan kemiringan 3-10%
2. Bergelombang, dengan kemiringan 10-30%
3. Berbukit-bukit, dengan kemiringan 30-50%
4. Bergunung-gunung, yang terletak pada daerah bagian utara sampai dengan selatan.

C. Geologi dan Tanah
Keadaan geologi dari kawasan Hutan Pendidikan Bengo-Bengo sebagian besar terdiri dari bahan induk tuff dan alkali. Keadaan tanahnya terdiri dari mediteran bulat yang dijumpai pada daerah berombak sampai bergelombang. Jenis tanah regosol pada daerah bergelombang sampai bergunung dan tanah litosol pada daerah bergunung.
Menurut peta tanah ditinjauan propinsi Sulawesi Selatan (LPT Bogor, 1967), bahwa jenis tanah yang terdapat pada wilayah kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros adalah sebagai berikut :
1. Alluvial kelabu, dengan bahan induk endapan liat terdapat pada daerah datar dan bergelombangh disekitar sungai camba.
2. Litosol, dengan bahan induk batuan gamping da tufa alkali terdapat pada topografi berbukit sampai bergunung.
3. Mediteran coklat, regosol dan litosol, dengan bahan induk tufa dan batuan alkali, terdapat pada topografi berbukit sampai bergunung.

D. Iklim dan Suhu
Tipe iklim di Indonesia diklasihikasikan oleh Schmid dan Fergusson atas dasar perbandingan rata-rata jumlah bulan basah dengan kategori :
- Bulan kering = rata-rata curah hujan < 60mm/bulan
- Bulan lembab = rata-rata curah hujan 60-100mm/bulan
- Bulan basah = rata-rata curah hujan diatas 100 mm/bulan
Faktor untuk menentukan tipe iklim yang penting adalah curah huajn dalam 10 tahun terakhir. Schmid dan fergusson (1980) mengklasifikasikan tipe iklim di Indonesia berdasarkan perbandingan bulan kering dan bulan basah yang sering dinyatakan dalam nilai Q dalam persen (%).
Nilai Q dalam persen (%) untuk masing-masing tipe iklim di Indonesia digolongkan sebagai berikut :
1. Tipe iklim A = 0-14,3%
2. Tipe iklim B = 14,3-33,3%
3. Tipe iklim C = 33,3-60%
4. Tipe iklim D = 60-100%
5. Tipe iklim E = 100-167%
6. Tipe iklim F = 167-300%
7. Tipe iklim G = 300-700%
8. Tipe iklim H = 700% keatas

III. METODE PRAKTEK
A. Waktu dan Tempat
Praktek lapang Geologi dan Ilmu Tanah Hutan dilaksanakan pada hari Minggu, 16 September 2007, yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Bengo-Bengo, Desa Limpoccoe, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Kemudian dilanjutkan dengan analisis di laboratorium yaitu dengan percobaan

a. Warna Tanah dan Tekstur Tanah
Percobaan mengenai warna tanah dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 11 November 2007, mulai pukul 14.00 - 18.00 wita di Laboratorium Silvikultur Program Study Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
b. Analis pH dan Penetapan Permeabilitas
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 16 Novmeber 2007, mulai pukul 14.00 – 18.00 wita di laboratorium Silvikultur, Program studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
c. Penetapan Bahan Organik dan Penetapan BD/PD
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 23 November 2007, mulai pukul 14.00-18.00 di Laboratorium Silvikultur Program Study Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
d. Penetapan Kadar Nitrogen
Percobaan ini dilaksanakan pada Hari Jumat, 30 November 2007, mulai pukul 14.00 – 18.00 di Laboratorium Silvikultur Program Study Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktek lapang Geologi dan Ilmu Tanah Hutan adalah sebagi berikut :
1. Linggis 1 buah 6. Palu
2. Parang 2 buah 7. Ring Sampel 4 buah
3. Cangkul 1 buah 8. Papan ukuran 40 x 40 cm 3 buah
4. Kompas 1 buah. 9. Alat tulis-menulis
5. Meteran 1 buah
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktek lapang ini adalah sebagai berikut :
1. Kertas Label
2. Plastik gula
3. Sampel Tanah
4. Karet gelang

3. C. Prosedur Kerja
1. Survey Tanah dan Pengambilan Sampel
Pelaksanaan survey tanah dan pengambilan sampel yaitu :
1. Mengamati lokasi pengambilan sampel seperti vegetasi, kelerengan, posisi, dan sebagainya.
2. Melakukan pengambilan profil tanah berukuran 1 x 1 m, dengan kedalaman yang dibagi atas tiga lapisan, yaitu lapisan I kedalaman 0-30 cm, lapisan II kedalaman 31-60 cm, dan lapisan III kedalaman 61-90 cm.
3. Mengambil sampel tanah tidak terusik dengan menggunakan ring sampel dari tiap lapisan. Sampel tanah diambil dengan cara meletakkan ring sampel pada permukaan tanah yang telah diratakan, kemudian meletakkan potongan papan di atas ring sampel dan memukulnya secara hati-hati agar sampel tanah tidak retak dan rusak.
4. Mengambil sampel tanah terusik, yaitu tanah yang terdapat pada masing-masing lapisan dengan menggunakan plastik gula lalu diikat dengan gelang.
5. Menandai tiap lapisan dengan label baik tanah terusik maupun tidak terusik.
2. Analisis Laboratorium
Analisis Laboratorium dilaksanakan pada hari Minggu dan setiap hari Jumat dengan melakukan analisis terhadap hal-hal berikut :

a. Warna Tanah
Cara kerja untuk praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1. Menyiapkan contoh tanah lembab pada selembar plastik tranparan
2. Membandingkan dengan contoh tanah pada MSCC
3. Mencatat hue, value dan crhoma
4. Mendeskripsikan jenis tanah berdasarkan poin 3
5. Mencatat pada kartu profel

b. Tekstur Tanah

Cara kerja untuk praktikum ini adalah :
1. Menyiapkan 20 gr contoh tanah dan dimasukkan dalam botol aqua
2. Menambahkan 10 ml larutan calgon 5 % dan 100 ml aqua
3. Memasukkan kedalam mesin pengocok dan mengocok selama selama 45 menit
4. Memindahkan hasil kocokan kedalam wadah
5. Mengocok dengan mixer selama 10 menit
6. Menyaring dengan penyaring dan menampung suspensi dalam wadah begitu pula pada pasir yang tersisa pada penyaring.
7. Memindahkan suspensi kedalam botol ukur 5000 ml
8. Mengukur suhu suspensi
9. Mengocok selama 8 detik dan mengukur dengan hidrometer
10. Melanjutkan pengamatan selama 20 menit (H2) dan 6 jam (H3)
11. Memasukkan pasir yang telah ditampung hingga kering
12. Menimbang berat pasir
13. Menghitung perbandingan liat, pasir, dan debu
14. Memasukkan nilai yang diperoleh pada segitiga tekstur

c. Analisa pH
Cara kerja untuk praktikum ini adalah :
1. Menyiapkan 10 gr tanah kering udara
2. Memasukkan kedalam botol roll film
3. Menambahkan 10 ml aqua dest pada botol I dan 10 ml KCL dalam botol II
4. Mengocok selama 30 menit
5. Mengamati pH masing-masing dengan kertas lakmus
6. Mencatat hasil pengamatan
d. Permeabilitas Tanah

Cara kerja untuk praktikum ini adalah :
1. Menyiapkan contoh tanah utuh yang diambil dengan ring sampel
2. Melapisi bagian bawah dengan kain kasa dan permukaan atasnya dengan dipasangi ring sampel kosong dan merekatkan dengan selotif pipa
3. Menyiapkan sumber air
4. Menampung air yang menetes dari ring sampel
5. Mengukur volume air dalam waktu tertentu
6. Jika volume air berkurang, menambahkan dan mencatat volumenya
7. Membuat grafik hubungan antara volume tetesan dan waktu pengamatan
8. Menghitung permeabilitas
e. Kandungan Bahan Organik

Cara kerja untuk praktikum ini adalah :
1. Memasukkan 2 gr sampel tanah kedalam erlemeyer
2. Menambah 10 ml larutan K2Cr2O7 1N dengan pipet dan mereaksikannya dengan asam sulfat pekat kemudian mereaksikannya selama 60 menit
3. Menambahkan 100 ml asam pekat 10 ml
4. Menetesi 1 ml larutan indikator dan segera titrasi
5. Memindahkan kedalam labu erlemeyer lain dengan menggunakan Cairan jernih apabila perubahan warna agak sulit akibat warna contoh tanah
6. Menetukan titik akhir titrasi pada saat terjadi perubahan warna dari biru kehitaman menjadi hijau
7. Mencatat volume dan normalitas Fe yang digunakan
f. Penetapan BD/PD

Cara kerja untuk praktikum ini adalah :
1. Menyiapkan contoh tanah yang diambil dari tabung silinder
2. Mengeringkan pada suhu 105 derajat celcius
3. Menghitung bobot tanah kerinh utuh (a gr)
4. Menghitung contoh tanah utuh dengan menggunakan diameter dan tinggi tabung
5. Menhitung BD / PD nya
g. Penetapan Kadar Nitrogen

Cara kerja untuk praktikum ini adalah :
1. Memasukkan 2 gr conto tanah pada labu destilasi
2. Menambahkan 2 gr MgO 10 ml dan NaOH 10 N
3. Mendestilasi dengan penampung erlemeyer berisi asam borat 10 ml
4. Menghentikan pemanasan setelah refluksi
5. Melepaskan labu penampung dan membilas alat destilasi
6. Mencatat volume titrasi
7. me HCl yangg digunakan = ma NH4 yang terdestilasi

No comments:

Post a Comment